Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Arisan Dalam Islam - Ustadz Ammi Nur Baits

Bagaimana hukum arisan yang sering dilakukan oleh ibu-ibu. Apakah termasuk judi karena biasanya ada undiannya?
Ustadz Ammi Nur Baits tentang hukum arisan dalam Islam
Mengenai arisan, kita bisa perhatikan bentuk transaksi yang terjadi di arisan. Ada beberapa orang yang berkumpul mereka melakukan janjian masing-masing membayar iuran yang disepakati misalnya sepekan sekali atau sebulan sekali dan nanti uang yang terkumpul diserahkan kepada salah satu anggota, baik dengan cara diurutkan atau dengan cara diundi.

Apakah semacam ini diperbolehkan? Jika kita lihat bentuk transaksi yang terjadi pada arisan, apa yang dilakukan oleh peserta arisan sebenarnya adalah transaksi hutan piutang. Dimana mereka yang mendapatkan jatah arisan pertama, dia dihutangi oleh kawan-kawannya yang lain sehingga kawan-kawannya yang mendapatkan jatah arisan dia sebagai kreditur (yang memberikan hutang) dan yang mendapatkan hutang sebagai debitur.

Dengan catatan dia juga sekaligus memberikan hutangan kepada kawannya yang lain sampai semua mendapatkannya. Dengan skema ini para ulama berbeda pendapat tentang hukum arisan. Ada dua pendapat disana, pendapat pertama hukum arisan dilarang dan diharamkan, alasannya adalah hadits dari Abdullah bin Amr bin Ash, Nabi melarang dua transaksi dalam satu transaksi.

Yang dimaksud Nabi melarang dua transaksi dalam satu transaksi adalah orang melakukan sebuah transaksi tertentu tapi dia minta syarat, transaksi ini harus dengan syarat adanya transaksi yang kedua. Transaksi A, kemudian salah satu dari orang yang bertransaksi atau orang yang melakukan akad, dia minta syarat harus ada transaksi B sehingga terjadilah dua transaksi yang sebenarnya itu dalam satu transaksi. Karena transaksi pokoknya A, tapi dia minta syarat adanya transaksi B.

Dan Nabi melarang dua transaksi semacam ini karena adanya transaksi kedua yang menjadi syarat belum tentu atas kerelaan pasangannya sehingga transaksi yang kedua bisa jadi bentuk kedzoliman. Dia terpaksa mau dengan syarat transaksi yang kedua karena untuk mendapatkan transaksi yang pertama.

Contoh sederhananya seperti ini misalnya si A mau menjual hp’nya kepada B, si B mau membelinya. Tapi A tidak mau menjual hp’nya kecuali dengan syarat kamu pinjamkan motormu untuk saya pakai keliling kota selama satu hari. Maka disitu ada dua transaksi, akad pertama adalah jual beli hp. Akad yang kedua meminjam motor atau misalnya sewa motor dengan syarat saya mau jual hp saya ini tapi dengan syarat motormu saya sewa keliling Jogja.

Karena mungkin keinginan si B untuk mendapatkan hp tadi akhirnya merelakan motornya disewa oleh si A. Padahal posisi motor ini sebenarnya tidak ingin disewakan oleh si B. Ini contoh dua transaksi dalam satu transaksi. Sebagian ulama memahami bahwa terjadi dua transaksi dalam satu transaksi.

Dua transaksi dalam satu transaksi itu adalah pertama transaksi hutang dari para peserta yang belum mendapatkan diberikan kepada peserta yang sudah mendapatkan. Yang kedua peserta yang sudah mendapatkan disyaratkan, dia harus memberikan hutang kepada peserta-peserta lain yang belum mendapatkan.

Jadinya ada dua transaksi hutang piutang. Pertama dari jalur peserta yang banyak ke satu peserta, yang kedua dari satu peserta  ke peserta yang lainnya. Sehingga disitu ada dua transaksi hutang piutang dalam satu transaksi hutang piutang. Ini pendapat yang dipilih oleh Doktor Shalih Al Fauzan. Demikian pula dinilai kuat oleh Syekh Abdul Aziz Alu Syaikh dan beberapa ulama yang lainnya yang melarang adanya transaksi atau model arisan seperti ini.

Kemudian pendapat yang lain mengatakan bahwa arisan ini diperbolehkan dengan alasan bahwa di dalam arisan ini disana tidak ada riba sama sekali. Karena yang terjadi orang yang menerima arisan itu nilainya sama dengan uang yang dia berikan bahkan kurang sehingga disitu tidak ada unsur riba.

Kemudian yang kedua disitu ada bentuk ta’awudz (saling tolong menolong). Mereka yang membutuhkan, ia terbantu dengan adanya saudaranya yang membutuhkan pinjaman sementara disitu tidakada riba. Sehingga bantuan hutang piutang tanpa riba apalagi di zaman kita sekarang ini  dimana peran bank sangat dominan untuk memberikan pinjaman riba maka mereka menjadi terhindarkan karena itu disebabkan mereka terbantukan dengan adanya arisan.

Kemudian yang ketiga bahwa dalam transaksi ini hakekatnya bukan dua transaksi dalam satu transaksi. Kenapa? Karena sebenarnya ini satu kali hutang hanya mereka diitikad perjanjian gantian menghutang. Siapa yang dapat pertama dia dapat giliran hutang pertama, nanti gantian hutang kedua dan seterusnya sesuai dengan urutan peserta atau berdasarkan siapa yang menang undian sehingga Insya Allah pendapat inilah yang lebih kuat dan inilah pendapat yang dipilih Imam ibnu Utsaimin, kemudian difatwakan oleh Imam ibnu Baaz dan pendapat mayoritas Hai’ah Kibar ulama saudi yang membolehkan adanya arisan.

Lalu bagaimana dengan pertanyaan berikutnya adalah tentang adanya undian. Apakah disini mempengaruhi keabsahan arisan karena disitu ada unsur mengundi. Sementara yang namanya undian itu biasanya erat kaitanya dengan judi. Sebenarnya dalam hukum asal undian yang perlu kita pahami tidak semua undian itu dilarang karena tidak semua undian disitu mengandung unsur mukhatar yaitu unsur untung-untungan, yang satu untung, yang satu rugi.

Ada beberapa bentuk undian yang dulu dikerjakan oleh para Nabi. Seperti yang pernah dialami Nabi Yunus. Dalam Al-Quran Allah menceritakan, Ketika Yunus lari meninggalkan kampungnya karena dia marah masyarakat di kampung ini tidak mau mengikuti dakwahnya. Kemudian dia naik ke perahu yang penuh dengan penumpang.

Karena perahu ini penuh dengan penumpang ada dua pilihan. Apakah harus tenggelam semuanya ataukah salah satu harus menceburkan dirinya untuk menyelamatkan yang lain. Dan mereka kebingungan bagaimana cara yang tepat untuk memilih siapa orang yang paling tepat untuk menceburkan dirinya ke dalam laut. Akhirnya mereka melakukan undian siapa yang nanti mendapatkan maka dia harus menceburkan dirinya ke laut.

Sehingga karena Yunus kalah maka dia harus menceburkan dirinya ke laut dan seketika itu langsung ditelan oleh ikan, dilihat oleh penumpang yang lainnya. Maka kita bisa lihat Yunus melakukan undian dan beliau seorang Nabi. Sementara kita yakini bahwa yang namanya judi itu haram dalam semua syariat karena itu membahayakan.

Kemudian demikian juga yang pernah dialami oleh Zakaria. Nabi Zakaria pernah melakukan undian bersama masyarakat untuk menentukan siapakah orang yang paling berhak mengasuh Maryam. Allah menceritakan, kamu Muhammad tidak berada di tengah mereka ketika mereka meletakkan pensil mereka untuk menentukan siapa diantara mereka yang paling berhak untuk mengasuh Maryam.

Dan ternyata yang menang dari undian itu adalah Zakaria. Maka Zakaria yang berhak untuk mengasuh Maryam. Kemudian praktek undian semacam ini juga dilakukan oleh Rasulullah ketika Nabi hendak melakukan safar maka terkadang beliau mengajak istri-istrinya, tentu saja tidak semuanya.

Untuk menentukan siapa yang paling berhak diajak, Rasulullah melakukan undian. Sebagaimana keterangan Aisyah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, beliau mengatakan Nabi ketika beliau mau keluar untuk safar maka beliau melakukan undian diantara istri-istrinya. Siapa yang undiannya keluar maka dia diajak safar oleh Nabi.

Dari beberapa bentuk undian tadi sebenarnya kita bisa menyimpulkan undian yang halal itu, undian yang diperbolehkan adalah undian untuk menentukan siapa orang yang paling berhak diantara banyak orang yang dia punya peluang hak yang sama. Dalam kasus arisan tadi misalnya ada 20 orang, kumpul uang satu jutaan sehingga terkumpulah 20 juta. Pertanyaannya, siapa yang paling berhak untuk mendapatkan 20 juta ini? Tentu saja jawabannya semua memiliki peluang hak yang sama. A, B, C dan seterusnya.

Kita tidak mungkin kemudian menyerahkan kalau begitu uang 20 juta ini serahkan ke peserta yang paling ganteng. Tentu saja peserta yang kurang tampan dia akan mengamuk. Atau diserahkan ke peserta yang paling terang, nanti peserta yang gelap dia tidak suka. Karena masing-masing tidak berhak daripada yang lain maka cara yang paling tepat untuk menentukan siapa yang paling berhak adalah dengan cara diundi. Undian semacam ini diperbolehkan sehingga tidak termasuk judi. Wallahu a’alam.

Tulisan mengalami sedikit pengeditan karena dalam video terdapat gangguan teknis yang menyebabkan suara ustadz terkait tidak terdengar serta terdapat beberapa ayat Al-Quran yang dibacakan. Adapun sumber video berasal dari sini.

Tulisan mungkin mengalami sedikit pengeditan.

Posting Komentar untuk "Hukum Arisan Dalam Islam - Ustadz Ammi Nur Baits"